Jumat, 09 September 2011

Ratapan Uzair

Uzair duduk termangu di kursi taman yang menghadap pada sebuah sungai yang jernih yang membelah daratan. Jembatan gantung menghubungkan kedua sisi yang terpisah. Tempat yang berulang – ulang ia datangi, sepertinya sudah menjadi kursi ratapan tempat ia bermunajat dan melepas penat. Sore itu, ia tiada selera maupun gairah. Bak lesu darah, lemas terhisap lintah. Pikiranya kacau, matanya kosong, wajahnya tirus menatap air yang mengalir melintang menuju laut. Kepalanyanya tertumpu pada tangan yang mengepal berurat meninju pipi beralas paha. Dari kursi itu, pandangannya menyapu sekitar, ia lihat hewan – hewan. Sepasang burung terbang beriring mencakar langit hinggap di dahan pohon yang berdiri subur, seekor tupai melongok lewat sebatang kayu, barisan semut berjalan rapih. Uzair berkata pada diri sendiri, Aku ingin menjadi burung – burung itu, tupai, semut atau dahan pohon, lepas dari masalah, hilang akal & jiwa, tinggal naluri untuk memenuhi kebutuhan.

Seorang wanita duduk di seberang memperhatikan. Dahinya mengernyit, melihat seorang pemuda yang begitu lemah seperti tak bertulang. Seraya bertanya “Apa yang membuatmu begitu lesu dihari yang cerah ?”

Uzair menjeleskan, “Pernahkah kau merasakan saat – saat yang membuatmu cemas, panik, takut. Merasa bodoh, tidak berguna, gagal. Semua menekan kehidupan. Tidak ada ketenangan & kenyamanan. Apalagi diperparah dengan kesendirian, tiada yang menemani, tempat bersandar walau sekedar bercurah hati. Rasanya kita berdiri sendiri dihantam raksasa yang begitu besar, cobaan yang menyayat batin dan menurunkan mental.
Terbuang atau membuang dari kerumunan. Membuat dunia sendiri. Membayang sendiri. Tak ada karya tercipta. Mati terhina. Putus asa terhadap diri. Kecewa kepada diri. Berbeda dengan kebanyakan, merasa rubuh dan terkubur. Aneh, tiada makna.
Aku ingin tidur dan tidak pernah bangun kembali. Hidup di dalam mimpi, bisa mencipta sesuka hati. Atau tiba – tiba mati tanpa alasan dan rasa sakit. Biar kehidupan ini selesai. Terkadang manusia menyesal menjadi dirinya sendiri atau memang selalu begitu. Tetapi Tuhan tak pernah memberi jawaban secara verbal, kecuali kepada nabi. Kenapa Dia menciptakan manusia, itu menjadi misteri yg begitu dalam dan gelap.”

Matahari tenggelam di ufuk, warna langit menjadi jingga menuju gelap, ia tak jua beranjak. Kemudian Uzair lari dari kenyataan, di pulau kedamaian.

Hari ini Uzair duduk sendiri di atas rumput yang lembut. Datarannya lebih tinggi dari sekitar, di bawah ada laut yang menghampar luas tak terbayang batas. Airnya jernih, hingga sinar matahri tembus sampai ke dasar. Terlihat ikan berkerumun dengan damai. Pantainya berpasir putih. Air laut menciptakan gradasi warna yang teratur dan lembut. Tiada sampah atau limbah. Semua terlihat alami seperti apa yang Tuhan ciptakan.

Di pulau ini Uzair sendiri mencari makna. Mengapa Tuhan menciptakan kehidupan, menciptakan manusia. Apa yang ada di dalam pikiran Tuhan. Ketika kumelihat alam, alam menjawab dengan keteraturan, kesempurnaan perhitungan dan kecantikan bentuk, yang memancing akal untuk berpikir. 

Seiring waktu, matahari tergelincir menuju ufuk, sembunyikan diri di batas carawala. Sinar sirna terganti gelap pekat yang gulita. 

Tak pelak suhu menurun drastis, menuju nol derajat, kulit bagai tergigit. Apa daya Uzair mencari tempat berlindung, mencari hangat dan ketenangan. Ada goa di ujung sana. Tepat di dalam hutan yang ada di belakang pulau. Goanya kosong tak berpenghuni, hingga suara menggema di dalam hampa dan sunyi yang kudus. Lantas Uzair menyalakn api, untuk mengahangatkan tubuh dari gigitan malam yang menusuk kulit. Dingin yang membunuh nafsu dan gairah. Api itu terasa hangat. Kehangatan adalah nyaman. Di dalam goa Uzair sendiri berbincang dengan diri, bercumbu dengan kesunyian, mencium angin dan membelai api. Rasanya api menjadi hidup.   


Uzair terus bermunajat, “Kehidupan memang seperti roda yang dinamis berputar, berpindah posisi atas & bawah, bak posisi bahagia & sedih. Namun rodaku ini teramat dinamis berputar. Baru saja kebahagiaan, keleluasaan, gelak tawa terasa, sudah menjelang lagi kesedihan, kekakuan, rasa tertekan menimpa.
Aku puas dengan semua yang kumiliki dalam hidup. Semua fisik, materi, harta benda, warga negara, agama, tempat tinggal, kelahiran, orang tua, dll. Namun untuk yang satu ini, aku sangat tidak bisa menerima, rasanya sangat menekan kuat, menganggu, mempersempit ruang gerak. Semua beku, sakit, pedih, kesal, marah, amuk, berontak. Gejolak membara yang tertutup ruang sempit ketakutan.
Aku ingin lepas belenggu ini selamanya. Aku ingin rubah hal yang satu ini. Hal yang membuat hidupku terasa sulit & bermasalah.
Mengapa Tuhan menurunkan hal yang satu ini kepada kehidupanku. Dan begitu dekat pula. Apa maksud semua ini. Kontrol sikap ? azab ?
Akan kubayar dengan harga yang mahal untuk menyingkirkan hal ini dalam sisi kehidupanku.
Aku merasa terbatas ruang gerak, ekspresi & kreasi olehnya. Pikiranku dibuatnya sibuk dengan tekanan mental, beban pikiran dan rasa yang tidak nyaman.
Kurasa Tuhan selalu menengar doa – doa ku, harapan terdalamku, bahkan mungkin kata – kata yang kutulis. Namun jawaban Tuhan atas pintaku yang terdalam tak juga terbalas jelas. Aku tak paham apa ini sudah dibalas dengan cara-Nya atau masih menunggu.
Aku ingin semua selesai. Selesai dari aduan atas hal ini. Aku ingin semua lepas. Lepas dari rasa tertekan, cemas, malu, takut.
Aku ingin terbebas, nafas pembebasan yang membuatku merasa nyaman berkreasi, ekspresi & bergerak tanpa bayangannya yang menteror.
Semua yang kurasa kini memang sudah membekas sejak dini. Tertanam kuat, sangat kuat dan terpelihara lama sekali.
Selalu terbersit keinginan untuk bertukar posisi dengan orang lain yang kulihat lebih baik kondisisnya. Namun selalu kutangkal bahwa setiap orang pasti memiliki problematika & rasa kekurangannya masing – masing yang berbeda – beda dengan kita. Maka tiada guna saling tukar. Semua toh memiliki sisi bahagia & sedihnya masing – masing.
Lalu, sampai kapan semua ini berjalan, sampai dimana semua ini berakhir. Aku bosan, aku lelah, aku marah pada diri sendiri. Sering kuumpat diri sendiri, merendahkan diri, benci pada diri sendiri. Karena merasa tak berguna, gagal, tolol, sampah yang terbuang, debu jalanan.
Rasanya ingin menghentikan waktu yang berputar, mengubah segalanya.
Selalu kehilangan selera untuk melakukan segala hal, jika problematika ini muncul, membuat rasa tertekan. Aku menjadi tidak berselera melakukan apapun. Kehilangan gairah, semangat, harapan.”

Cahaya pagi menembus masuk kedalam goa melalui celah – celah, Uzair mendapatkan dirinya terbangun. Ia tak sadar kapan dirinya terlelap dalam dingin dan pikiran yang berkelebat kacau tadi malam. Kemudian perut yang terasa lapar merangsang nalurinya ke luar menyusuri pulau yang sepi ini, mencari apa pun yang bisa dimakan. Di sisi lain pulau, ia menemui sebuah hutan pinus yang pohonnya berjajar rapih dengan jarak yang teratur. 

Ketika ia datangi hutan itu, tiba - tiba seberkas cahaya hijau menyilaukan pandangannya. Ia terkejut, sesosok makhluk astral muncul tanpa bentuk yang jelas, Uzair bertanya,
U : kamu dimana ?
A : disisi-Nya. Tempat yang damai & penuh kasih.
U : bagaimana cara mencapai tempat itu ?
A : melalui kematian.
U : apakah sakit ? aku ingin tahu rasanya.
A : kau tahu bagaimana manusia menciptakan Tuhan – Tuhannya ?
U : bukankah berhala – berhala itu sudah kuno, patung – patung disembah adalah sesuatu yang primitif dan tidak kita temukan saat ini.
A : tidakkah kau perhatikan bukan lagi patung sebagai berhala mereka.
U : lantas apa ?
A : manusia – manusia, materi – materi, pikiran – pikiran & sistem – sistem. Kau tahu ? apa yg mereka kejar itu sebetulnya refleksi kedalaman jiwa mereka yg teramat rindu.
U : Oleh apa ?
A : Rindu oleh Tuhannya, yg menjadi asal mereka dan tempat berpulangnya jiwa mereka.
U : Bagaimana bumi ini tercipta ?
A : Tuhan menciptakan dunia dalam 6 hari.
U : Lalu ada apa di hari ketujuh ?
A : Dia mengistirahatkan kita dari segala aktivitas pekerjaan dan memerintahkan untuk menyembah-Nya. Namun kita dapati kebanyakan lalai bersyukur.
……………………………………………………………………….
A : pejamkan matamu dan rasakan kesunyian, aku akan berbisik didalam mimpimu.

Berlanjut...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar