Senin, 12 November 2012

Demokrasi


Sudah lama kita menggunakan kuantifikasi angka dalam menentukan kebenaran.
Kebenaran mungkin tenggelam dalam angka yang menang dalam pemungutan suara.
Demokrasi tidak mendengar teriakan serak kebenaran hakiki yang tergencet oleh sesaknya kebebasan bersuara.
Demokrasi tidak memberikan garansi kesejahteraan & rasa aman bagi masyarakat.
Demokrasi hanya menyediakan ruang untuk bersuara & memberikan pilihan di bilik pemilu.
Prosedur yang acap berulang dalam jangka waktu peralihan kepemimpinan publik.
Tapi esensi & tujuan kehidupan bersama lenyap dalam rutinitas yang melelahkan.
Kebebasan menentukan pilihan bisa diborong oleh oligarki & penyokong dana.
Lantas demokrasi hanya tipu daya bagi kaum lemah, agar perlawanan dapat diredam.
Seraya berikrar bahwa negara telah berada di jalan yang benar.
Yaitu menerapkan sistem demokrasi.
Sistem yang konon katanya memberikan kesetaran semua warga dalam berpendapat & mengatur jalannya negara.
Namun rasanya jalan menuju keadilan & kesejahteraan bagi seluruh warga masih terjal & gelap.
Dimana demokrasi yang seharusnya menjadi tongkat penuntun menyusuri jalan yang terjal itu.
Dimana demokrasi yang seharusnya menjadi obor yang menerangi jalan yang gelap itu.
Apakah kita masih mau terus memberikan suara untuk para penguasa yang akhirnya lupa kepada kita.
Penguasa itu kita beri tangga.
Pundak - pundak warga disediakan untuk mereka menuju puncak kekuasaan.
Masihkah kita bermain angka.
Masihkah kita mau membenam kebenaran yang hakiki dengan mantra yang terus berulang : mayoritas.

30 September 2012

Menipu Diri Sendiri


Sebuah pelajaran yang amat berharga dari Lance Armstrong : bahwa yang terpendam itu kelak akan tersingkap.
Sampai kapan kita terus melawan hati nurani dan kejujuran.
Merobohkan kebenaran.
Meneteskan noda hitam pada kertas yang putih.
Bersembunyi di balik tembok kepalsuan yang terus dibangun dengan fondasi yang rapuh.
Meletakkan topeng di depan muka yang kusam.
Salinan kertas yang penuh kebohongan.
Ucapan yang kental dengan liur dusta.
Gambaran diri yang terbangun tak sesuai dengan kenyataan.
Kesalahan sama yang terus berulang.
Suatu saat petaka itu akan datang.
Entah kapan, entah bagaimana.
Tapi lubang terus kita gali, semakin besar, semakin dalam.
Menunggu saat - saat terperosok dan tenggelam.
Tenggelam dalam lubang kemunafikan, runtuhan tembok dusta dan kepalsuan.
Tenggelam dalam - dalam sampai tak bisa bernafas.
Jika sudah di dalam, suara teriakan hanya seperti bisikan.
Tak akan ada lagi pertolongan.
Semua akan tahu kebenaran yang tersingkap.

30 Oktober 2012

Minggu, 11 November 2012

Pendidikan Versus Kekerasan

9 Oktober 2012, sebuah bus sekolah dihentikan oleh 2 orang bersenjata di Lembah Swat, Pakistan. Sesaat kemudian 2 orang tak dikenal itu memasuki bus dan menanyakan dengan nada tinggi : "Siapa disini yang bernama Malala Yousafzai !". Seluruh anak sekolah yang menjadi penumpang bus terkejut dan ketakutan, tak satupun dari mereka yang mengaku bernama Malala. Dua orang bersenjata itu tak habis ide. Mereka melihat seorang bocah yang menundukkan kepalanya dengan tubuh gemetar, lantas dugaan mengerucut kepada bocah tersebut. Hari itu, Malala yang malang bertaruh nyawa. Dua tembakan dari jarak dekat menembus kepala dan leher Malala. Namun nasib baik masih berpihak kepada Malala, ia tidak kehilangan nyawanya.

Sesaat setelah peristiwa itu, kelompok teroris Taliban mengakui aksi penembakan tersebut merupakan tanggung jawab mereka. Alasannya jelas : Malala dianggap terlalu moderat dan progresif. Sejak umur 10 tahun, Malala sudah menjadi aktivis cilik yang menyuarakan hak perempuan untuk mengenyam pendidikan di sekolah. Perjuangan Malala dianggap sebagai sebuah ancaman oleh Taliban yang menguasai lembah Swat sejak tahun 2007 sampai tahun 2009. Dibawah kekuasaanya, Taliban memang membuat aturan yang keras untuk melarang perempuan untuk mendapatkan pendidikan formal dan hak - hak publik lainnya. Pandangan sempit dan mengabaikan peran perempuan tersebut yang mengusik Malala. Hingga akhirnya Malala aktif menulis di kolom  harian BBC edisi bahasa Urdu.

Tragedi yang menimpa Malala tidak hanya menyita perhatian di dalam negeri Pakistan, tetapi juga masyarakat internasional. Sampai akhirnya Malala mendapatkan perawatan secarta gratis di Rumah Sakit Queen Elizabeth di Birmingham, Inggris. Di Inggris, Shahida Choudary membuat petisi yang sudah ditandatangani oleh 60.000 orang untuk mengusulkan Malala meraih nominasi hadiah nobel perdamaian. Shahida merupakan seorang aktivis perempuan yang juga mengalami kesulitan meraih hak pendidikan di masa kecilnya di Pakistan. Gerakan untuk mengusulkan Malala meraih nominasi penghargaan nobel perdamaian disambut oleh banyak aktivis perdamaian dan pejuang hak perempuan di berbagai negara. Di Kanada, seorang jurnalis & penulis bernama Tarek Fatah membuat petisi global di situs change.org untuk mendukung Malala. 

Kemarahan & kesedihan rakyat pakistan atas tragedi Malala :


 Pesan - pesan Malala :


Bloggers.... pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Melalui pendidikan sebuah perubahan menuju kehidupan yang lebih baik dapat diraih. Seseorang yang dilahirkan dengan keadaan yang kurang beruntung, dapat merubah nasibnya melalui pendidikan. Melalui pendidikan, manusia memiliki kesadaran atas haknya yang seharusnya mereka miliki dan perjuangkan. Maka dari itu, pendidikan adalah musuh bagi mereka yang bersikpa tiran, diktator, penjajah dan penindas. Karena para tiran yang lalim akan takut oleh manusia terdidik dan tercerahkan yang menyadari hak mereka untuk merdeka dan bisa melakukan perjuangan revolusiner untuk itu. Sama seperti para pendiri bangsa Indonesia di masa lalu, yang merupakan para pemuda terdidik hingga kemudian menyadari hak kemerdekaan yang seharusnya mereka perjuangkan. 

  

Benang Merah Perjuangan Kemerdekaan Antara Yaser Arafat & Marie Curie

Juli 2012, Institut de Radiophysique di Lausanne, Swiss menemukan unsur kimia polonium di beberapa barang pribadi Yasser Arafat. Beberapa barang pribadi itu adalah kafiyeh, pakaian dan sikat gigi. Penemuan ini langsung mendapatkan sambutan yang positif dari keluarga mantan pejuang kemerdekaan Palestina tersebut. Suha, perempuan berdarah Perancis janda mendiang Arafat, meminta pihak berwajib di Prancis untuk mengusut dugaan pembunuhan terhadap Arafat.

Memang sejak tahun 2004, ketika Arafat dirawat di sebuah rumah sakit di Paris, Perancis, tim dokter sulit mengidentifikasi penyakit yang dideritanya. Sampai akhirnya Arafat wafat pada tanggal 11 November 2004, hingga kini belum ditemukan penyebab kematiannya . Banyak spekulasi yang beredar mengenai penyebab kematian Arafat. Hingga banyak dugaan yang mengarah pada pembunuhan. Karena faktanya, banyak pihak musuh yang terusik oleh perjuangan Arafat di dalam memerdekakan negara Palestina.

Unsur kimia polonium merupakan salah satu unsur yang paling berbahaya dan mematikan di seluruh dunia. Benda yang mengandung 1 gram polonium dapat membunuh 1,5 juta orang. Bahkan pada tahun 2006, Alexander Litvinenko, seorang mantan mata - mata Rusia dibunuh dengan racum polonium yang dimasukkan ke dalam secangkir teh yang diminumnya di London.

Ada sebuah benang merah yang menarik terkait perjuangan kemerdekaan antara kematian Yasser Arafat dengan penemuan unsur polonium. Polonium merupakan salah satu unsur alam yang paling langka di dunia. Dulu polonium ditemukan oleh Marie Currie pada tahun 1898 di Prancis. Nama polonium diambil dari nama negara Polandia. Ketika itu Polandia dijajah oleh Rusia & Austria. Jika dulu Marie memeperjuangkan negaranya melalui penlitian ilmiah, sekarang Arafat dibunuh karena memperjuangkan negaranya dengan zat kimia itu. Sungguh ironis.

Marie Curie

Bloggers... Yasser Arafat telah berjuang untuk kemerdekaan sebuah bangsa hingga akhir hayatnya. Sejarah dunia mencatat, banyak martir yang mengorbankan nyawanya di dalam sebuah perjuangan. Mereka yang mati di jalan perjuangan bukanlah sebuah pengorbanan yang sia - sia. Karena semangat perjuangan akan lahir dan semakin berlipat ganda dari setiap tetes darah, air mata atau nyawa yang hilang. 




Sabtu, 10 November 2012

Hari Pahlawan

Seperti tahun - tahun sebelumnya, setiap menyambut Hari Kemerdekaan dan Hari Pahlawan Nasional, pemerintah memberikan gelar pahlawan kepada tokoh bangsa di masa lalu yang telah meninggalkan kita. Tahun ini bangsa Indonesia cukup terkejut atas gelar kepahlawanan yang diberikan. Gelar tersebut diberikan untuk Soekarno dan Mohammad Hatta. Lalu apa yang mengejutkan dari hal tersebut ? Apakah pasangan dwitunggal itu tidak layak mendapatkan gelar pahlawan ? Bukan itu alasannya. Melainkan karena selama ini bangsa Indonesia mengira bahwa beliau berdua sudah menjadi pahlawan sejak lama. Ternyata faktanya, kedua proklamator itu selama ini belum mendapatkan gelar pahlawan resmi dari pemerintah Republik Indonesia. Soekarno dan Hatta hanya menyandang gelar Proklamator RI atas dasar Keppres nomor 81/TK/1986 tanggal 23 Oktober 1986 yang diberikan oleh rezim Orde Baru.

Bloggers... hikmah yang dapat dipetik dari hal diatas adalah sebuah kepahlawanan yang tulus akan mendapatkan tempat di hati masyarakat. Gelar ataupun tanda jasa bukanlah hal yang utama. Menjadi pahlawan bukanlah mencari gelar dan pengakuan. Melainkan berbuat kebaikan untuk bangsa dan kepentingan yang lebih besar.

Selamat Hari Pahlawan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu sejarah mereka sendiri dan menghargai jasa para pahlawannya. Semoga para pahlawan akan terus lahir di bumi pertiwi ini. Pramoedya Ananta Toer pernah mengatakan  : " Seribu pahlawan bisa lahir dan mati dalam 1 hari di negeri ini, tetapi tak seorang pun ada yang peduli di tanah air ini. Dulu dalam kegelapan, seekor kunang - kunang pun bisa menjadi bintang. Sekarang, bintang - bintang  yang lahir malah dipadamkan".
Soekarno (kanan) & Mohammad Hatta (kiri)



Kamis, 01 November 2012

The New World's Leaders In November


November has come, 2 new world's leaders will be elected. 
U.S. presidential election (November 6) & China president succession (November 8).