Minggu, 22 Januari 2012

Perdagangan & Perdamaian

"Kalau barang tidak bisa melintas batas, tentaralah yang akan melintas"
-Frederic Bastiat-
Coba Anda pikirkan bagaimana mungkin perang terbuka antara China dan Amerika Serikat tidak atau belum terjadi, ketika 1500 (tahun 2010) pucuk rudal sudah diarahkan ke Taiwan yang notabene merupakan sekutu dekat dan mitra strategis Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik. Ketika provokasi antara pasukan China dan Amerika Serikat silih berganti terjadi dan saling balas membalas. Ketika Amerika Serikat sudah meletakkan prajuritnya di beberapa pangkalan militer : Filipina, Darwin-Australia, Okinawa-Jepang. Ketika China sudah membangun kapal induknya sendiri. Dan China memiliki pesawat siluman Chengdu J-20, pesawat tempur siluman pertama buatan China yang menyaingi F-22 Raptor milik AS.
Kapal induk China

Pesawat siluman Chengdu J-20
                                                                    
Penempatan marinir AS di Darwin, Australia
Semua perdamaian itu bisa terjadi karena adanya volume perdagangan antara Amerika Serikat dengan China sebesar 456,8 milyar dollar AS (2010).  Serta surat utang AS yang dipegang oleh China sebesar 1,5 trilliun dollar AS (2011). China menjadi kekuatan ekonomi dunia yang memiliki cadangan devisa terbesar di dunia : 2,5 triliun dollar AS (2010). Maka sangat gegabah jika Amerika Serikat berani mengobarkan perang di Asia Pasifik. Ketika perdagangan trans Atlantik sudah tidak membawa harapan karena krisis zona Euro yang tak kunjung reda. Itulah sebabnya AS memprakarsai Trans Pasific Partnership. Yaitu perdagangan bebas dengan negara - negara asia pasifik.



 

Maka kita saksikan Asia Tenggara yang semakin seksi secara ekonomi dan geopolitik, dilirik oleh negara - negara besar. Lalu terjadilah perang dingin jilid II. Dengan Asia Tenggara plus Asia Pasifik sebagai arenanya. Dan semua akan terus dingin selama perdagangan bebas terus terjalin. Akan memanas jika perdangan tersendat. Seperti nasib Irak yang konon hendak mengganti dollar menjadi euro sebagai mata uang perdagangan minyak, kemudian AS menciptakan fitnah bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal sebagai alasan untuk menyerang Irak. Juga seperti Libya, yang konon hendak menciptakan mata uang baru dengan menggunakan emas, sehingga mengancam eksistensi dollar sebagai mata uang devisa.

Connie Rahakundini Bakrie, seorang dosen FISIP Universitas Indonesia yang memiliki konsentrasi pada bidang militer berpendapat bahwa sepanjang sejarah peradaban manusia hanya ada 3 sebab yang memicu perang, yaitu : agama, sumber daya alam dan perdagangan. Kemudian seorang pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy, berpendapat bahwa ada 2 tahap menuju perang terbuka (baca : perang fisik dengan menggunakan kekuatan militer), yaitu perang perdagangan, kemudian perang mata uang. Jika mata uang sudah mengalami ancaman yang memprihatinkan, maka perang terbuka tinggal menunggu waktunya. Dari syarat - syarat tersebut, kita dapat melihat rivalitas AS dan China semakin mengarah pada sebuah perang terbuka. Apalagi China dengan mata uang yuannya selalu stabil dalam perdagangan internasional, karena adanya intervensi dari pemerintah China, suatu hal yang dihindari dalam perdagangan bebas. Sehingga dollar babak belur dan sulit bersaing.

Lantas, apakah Armageddon dimulai dari Asia Pasifik, tidak dari timur tengah, jantung konflik dunia ?

Presiden AS, Obama dan presiden China, Hu Jintao
Alhasil benar apa yang dikatakan oleh Frederic Bastiat. Bahwa relasi perdagangan akan menahan laju derap langkah tentara untuk melakukan invasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar